“IMMawati Sang Pelopor Akhlak” Oleh: IMMawati Annisa Nurul Af’idah (Ketua Bidang Riset Pengembangan Keilmuan PK IMM FKIP UM Metro) |
Trimurjo, 15 Oktober 2017, Tiada
syukur yang lebih indah melainkan syukur nikmat keimanan dan ketaqwaan yang
tersemat di dalam hati para pengemban dakwah yang senantiasa tercurah kepada
Sang Maestro Kehidupan, Allah SWT. Masihkah kita semua ingat dengan ksiah-kisah
keteladanan para pendahulu ibunda ‘Aisyah r.a., Khadijah r.a., Fathimah r.a.,
serta masih banyak sekali muslimah-muslimah lain yang berpegang teguh pada
kemurnian syari’at Islam sehingga mereka bisa kita sebut dengan para muslimah
pengukir sejarah. Kisahnya yang melegenda dan abadi, meski sudah jauh tak kita
jumpai bagaimana wujud rupa dari para ibunda kita, namun nama dan legendanya
yang senantiasa mewangi sepanjang zaman. Tidakkah kita ketahui mengapa hal ini
bisa terjadi? Tak lain karena memang keteladanannya yang luarbiasa mampu kita
jadikan sebaik-baik tokoh yang menginspirasi. Kita bisa mengenal dan meneladani
kisahnya bukan karena kehebatan dalam
ihwal eksistensi yang dibuatnya, namun justru karena penjagaannya yang terbaik
dalam menekuni kodratnya sebagai muslimah yang tangguh, cerdas, serta shalihah.
Kemutakhiran
peradaban abad 21 telah mendatangkan banyak sekali pilihan khususnya untuk para
generasi awal bagi yang mampu memilih dan memilah. Memilih yang lurus dan
memilah antara haq dan bathil. Memilih yang lurus dan memilah antara yang haq
dan bathil berarti dalam hal menyikapi datangnya budaya baru dengan mampu
membedakan trend yang masih sesuai dan sejalan dengan syari’at Islam,
atau kebalikannya yang menyimpang bahkan sangat jauh dengan hukum dan kaidah
syari’at Islam. Tak dipungkiri kehadiran kecanggihan teknologi mampu menembus
batas ruang antar lini yang tanpa disadari dapat menguntungkan atau bahkan
melalaikan. Generasi abad 21 atau bisa disebut dengan generasi Z ini sudah jauh
dimanjakan oleh jajanan media sosial yang melenakan hati, waktu, jiwa, dan
pikiran. Tak sekedar itu, bahkan sedikit demi sedikit mampu menggerus keteguhan
orientasi hidup yang sudah rapi ditanamkan sejak kecil, serta meluluh lantakan
idealisme diri yang sudah terbangun kokoh di dalam jiwa para remaja putri yang
masih dalam tahap perkembangan ini. Hal ini terjadi karena lahirnya banyak
fenomena yang kian menjamur di setiap harinya, dengan berbagai tawaran yang
mampu menarik perhatian para generasi muda khususnya untuk berlomba-lomba
saling menampakkan dan menunjukkan eksistensi diri di ruang maya, yaitu ruang
dimana semua orang mampu bebas mengakses segala hal yang kita tampilkan.
Artinya, ketika kita memutuskan untuk menggunakan ruang maya atau media sosial,
maka berarti kita sudah paham benar bahwa segala hal yang kita pertontonkan
akan menjadi konsumsi publik.
Fenomena
semacam ini makin dianggap ringan dan sepele, anehnya lagi banyak yang
menganggapnya semacam itu adalah hal yang biasa? Bagaimana bisa? Budaya baru
yang tercipta oleh kemajuan teknologi yang jelas tidak sejalan dengan adab
seorang muslim yang harusnya jauh dari perilaku menonjolkan diri bisa dianggap
lumrah? Semua ini menjadi ‘PR’ bagi kita para pengemban amanah dakwah untuk
dapat menyampaikan serta mempelopori hakikat dari menggunakan gadget serta
media sosial agar lebih produktif dan jauh dari ‘jubriya’ (ujub, kikir dan
riya’).
Maka
dari itu, sudah selayaknya ini menjadi problematika yang seharusnya bisa kita
semua hadapi. Berawal dari diri sendiri. Coba tanyakan pada nurani kita
masing-masing, bahwa apakah kita termasuk dalam fenomena ini? Jawablah dengan
jujur, tak perlu memungkiri. Jika iya, hal ini memang sangat sulit untuk kita
cegah, keinginan untuk bisa diakui dan dilihat orang lain dengan apa yang kita
miliki, semua itu kita rasakan. Kehebatan, kemampuan, kecerdasan, bahkan
kecantikan yang kita miliki seakan menjadi hal yang menarik untuk kita
sebarluaskan dengan sengaja dan otomatis sudah pasti menjadi bahan konsumsi
publik, dan antara sadar atau tidak, sekali lagi; kita para perempuan yang
menjadi objeknya. Keinginan untuk menonjolkan dan memperlihatkan diri yang
setiap harinya membuncah bahkan sudah mencapai tahap menjadi sebuah candu.
Ironis bukan? Terlihat sepele memang, namun mengerikan. Kita lupa bahwa sebelum
fenomena ini lahirpun, Islam sudah jauh mengaturnya. Islam adalah ide dan
solusi yang paling cemerlang, sehingga memang sifatnya yang universal melampaui
zaman. Kita juga lupa bahwa identitas muslimah sekaligus sebagai IMMawati yang
sudah tersemat dalam diri, adalah identitas yang seharusnya senantiasa
menyadarkan diri agar tetap dalam penjagaan yang terbaik, yaitu penjagaan terhadap
diri dari segala macam pengaruh budaya luar yang bersifat merusak serta
mengikis keagungan akhlak dan adab, tak lupa juga agar membentengi diri dari
budaya hedonis dan modernisme yang juga tercipta begitu saja tanpa kita sadari,
penyebabnya pun masih sama, yaitu modernisasi zaman yang mampu menciptakan
berbagai rupa dan jenis budaya baru sehingga membentuk suatu kebiasaan buruk
yang secara perlahan jauh dari syari’at Islam.
Ada
banyak sekali hal yang harus diketahui dan dipahami bagi kita perempuan muslim
sekaligus sebagai kader persyarikatan, bahwasanya ada alternatif lain agar
tetap eksis tanpa kehilangan identitas sebagai seorang muslimah yang senantiasa
terikat oleh aturan syari’at Islam dengan se-detail mungkin, karena Islam
adalah agama yang memberikan solusi serta kemuliaan kepada kita para perempuan.
Mengapa demikian? Mengapa seorang muslimah begitu berharga sehingga begitu
rinci aturan Islam yang mengikatnya? Jawabannya tak lain dan tak bukan ialah dari
rahim seorang muslimah akan lahir para generasi penerus di masa mendatang,
karena menyiapkan dan membentuk generasi dimulai dari membangun terlebih dahulu
identitas seorang muslimah yang cerdas, tangguh, serta shalihah.
Untuk
itu, sebagai tonggak peradaban Islam, disinilah peran IMMawati untuk senantiasa
giat dalam belajar, bekerja dan berkarya nyata. Sudah sepatutnya IMMawati
mengambil langkah sebagai pelopor dan pelangsung di tengah menjamurnya fenomena
yang tak bernilai ini. Mengarahkan dan memberi contoh nyata bagaimana akhlak
seorang muslimah yang lurus, syar’i dan bermartabat agar terciptanya generasi
perempuan muslim cerdas mencerahkan yang berkemajuan sesuai pada kemurnian
agama Islam. Mengedepankan kembali sifat malu dalam diri seorang muslimah yang
memang sudah menjadi fitrahnya, mengetahui batas-batas dalam menjalankan hak
dan wewenang sebagai seorang pengemban dakwah persyarikatan, dan juga
senantiasa meng-upgrade keimanan dan ketaqwaan diri kepada Allah Swt. agar
mampu menjadi seorang yang menyempurnakan amanah. Wahai IMMawati, dirimu akan
mulia, jika kau bersedia memuliakan dirimu. Sebaliknya, dirimu akan hina jika
kau tak bersedia memuliakan dirimu. Pilihan ada ditanganmu; menjadi sebaik-baik
pengaruh atau menjadi seburuk-buruk penyebab. Satu pesan untukmu IMMawati,
bahwa tak perlu menyandang identitas sebagai orang lain untuk menjadi pribadi
yang terlihat hebat, karena kita semua adalah seorang ‘leader’ bukan ‘follower’,
yakinkan sekali lagi bahwa dirimu adalah seorang IMMawati Sang Pelopor
Akhlak.
0 komentar:
Post a Comment