Loading...
Sunday 15 October 2017

20:46
 “IMMawati Sang Pelopor Akhlak”
Oleh: IMMawati Annisa Nurul Af’idah
(Ketua Bidang Riset Pengembangan Keilmuan PK IMM FKIP UM Metro)

Trimurjo, 15 Oktober 2017, Tiada syukur yang lebih indah melainkan syukur nikmat keimanan dan ketaqwaan yang tersemat di dalam hati para pengemban dakwah yang senantiasa tercurah kepada Sang Maestro Kehidupan, Allah SWT. Masihkah kita semua ingat dengan ksiah-kisah keteladanan para pendahulu ibunda ‘Aisyah r.a., Khadijah r.a., Fathimah r.a., serta masih banyak sekali muslimah-muslimah lain yang berpegang teguh pada kemurnian syari’at Islam sehingga mereka bisa kita sebut dengan para muslimah pengukir sejarah. Kisahnya yang melegenda dan abadi, meski sudah jauh tak kita jumpai bagaimana wujud rupa dari para ibunda kita, namun nama dan legendanya yang senantiasa mewangi sepanjang zaman. Tidakkah kita ketahui mengapa hal ini bisa terjadi? Tak lain karena memang keteladanannya yang luarbiasa mampu kita jadikan sebaik-baik tokoh yang menginspirasi. Kita bisa mengenal dan meneladani kisahnya bukan karena kehebatan  dalam ihwal eksistensi yang dibuatnya, namun justru karena penjagaannya yang terbaik dalam menekuni kodratnya sebagai muslimah yang tangguh, cerdas, serta shalihah.
Kemutakhiran peradaban abad 21 telah mendatangkan banyak sekali pilihan khususnya untuk para generasi awal bagi yang mampu memilih dan memilah. Memilih yang lurus dan memilah antara haq dan bathil. Memilih yang lurus dan memilah antara yang haq dan bathil berarti dalam hal menyikapi datangnya budaya baru dengan mampu membedakan trend yang masih sesuai dan sejalan dengan syari’at Islam, atau kebalikannya yang menyimpang bahkan sangat jauh dengan hukum dan kaidah syari’at Islam. Tak dipungkiri kehadiran kecanggihan teknologi mampu menembus batas ruang antar lini yang tanpa disadari dapat menguntungkan atau bahkan melalaikan. Generasi abad 21 atau bisa disebut dengan generasi Z ini sudah jauh dimanjakan oleh jajanan media sosial yang melenakan hati, waktu, jiwa, dan pikiran. Tak sekedar itu, bahkan sedikit demi sedikit mampu menggerus keteguhan orientasi hidup yang sudah rapi ditanamkan sejak kecil, serta meluluh lantakan idealisme diri yang sudah terbangun kokoh di dalam jiwa para remaja putri yang masih dalam tahap perkembangan ini. Hal ini terjadi karena lahirnya banyak fenomena yang kian menjamur di setiap harinya, dengan berbagai tawaran yang mampu menarik perhatian para generasi muda khususnya untuk berlomba-lomba saling menampakkan dan menunjukkan eksistensi diri di ruang maya, yaitu ruang dimana semua orang mampu bebas mengakses segala hal yang kita tampilkan. Artinya, ketika kita memutuskan untuk menggunakan ruang maya atau media sosial, maka berarti kita sudah paham benar bahwa segala hal yang kita pertontonkan akan menjadi konsumsi publik.
Fenomena semacam ini makin dianggap ringan dan sepele, anehnya lagi banyak yang menganggapnya semacam itu adalah hal yang biasa? Bagaimana bisa? Budaya baru yang tercipta oleh kemajuan teknologi yang jelas tidak sejalan dengan adab seorang muslim yang harusnya jauh dari perilaku menonjolkan diri bisa dianggap lumrah? Semua ini menjadi ‘PR’ bagi kita para pengemban amanah dakwah untuk dapat menyampaikan serta mempelopori hakikat dari menggunakan gadget serta media sosial agar lebih produktif dan jauh dari ‘jubriya’ (ujub, kikir dan riya’).
Maka dari itu, sudah selayaknya ini menjadi problematika yang seharusnya bisa kita semua hadapi. Berawal dari diri sendiri. Coba tanyakan pada nurani kita masing-masing, bahwa apakah kita termasuk dalam fenomena ini? Jawablah dengan jujur, tak perlu memungkiri. Jika iya, hal ini memang sangat sulit untuk kita cegah, keinginan untuk bisa diakui dan dilihat orang lain dengan apa yang kita miliki, semua itu kita rasakan. Kehebatan, kemampuan, kecerdasan, bahkan kecantikan yang kita miliki seakan menjadi hal yang menarik untuk kita sebarluaskan dengan sengaja dan otomatis sudah pasti menjadi bahan konsumsi publik, dan antara sadar atau tidak, sekali lagi; kita para perempuan yang menjadi objeknya. Keinginan untuk menonjolkan dan memperlihatkan diri yang setiap harinya membuncah bahkan sudah mencapai tahap menjadi sebuah candu. Ironis bukan? Terlihat sepele memang, namun mengerikan. Kita lupa bahwa sebelum fenomena ini lahirpun, Islam sudah jauh mengaturnya. Islam adalah ide dan solusi yang paling cemerlang, sehingga memang sifatnya yang universal melampaui zaman. Kita juga lupa bahwa identitas muslimah sekaligus sebagai IMMawati yang sudah tersemat dalam diri, adalah identitas yang seharusnya senantiasa menyadarkan diri agar tetap dalam penjagaan yang terbaik, yaitu penjagaan terhadap diri dari segala macam pengaruh budaya luar yang bersifat merusak serta mengikis keagungan akhlak dan adab, tak lupa juga agar membentengi diri dari budaya hedonis dan modernisme yang juga tercipta begitu saja tanpa kita sadari, penyebabnya pun masih sama, yaitu modernisasi zaman yang mampu menciptakan berbagai rupa dan jenis budaya baru sehingga membentuk suatu kebiasaan buruk yang secara perlahan jauh dari syari’at Islam.
Ada banyak sekali hal yang harus diketahui dan dipahami bagi kita perempuan muslim sekaligus sebagai kader persyarikatan, bahwasanya ada alternatif lain agar tetap eksis tanpa kehilangan identitas sebagai seorang muslimah yang senantiasa terikat oleh aturan syari’at Islam dengan se-detail mungkin, karena Islam adalah agama yang memberikan solusi serta kemuliaan kepada kita para perempuan. Mengapa demikian? Mengapa seorang muslimah begitu berharga sehingga begitu rinci aturan Islam yang mengikatnya? Jawabannya tak lain dan tak bukan ialah dari rahim seorang muslimah akan lahir para generasi penerus di masa mendatang, karena menyiapkan dan membentuk generasi dimulai dari membangun terlebih dahulu identitas seorang muslimah yang cerdas, tangguh, serta shalihah.
Untuk itu, sebagai tonggak peradaban Islam, disinilah peran IMMawati untuk senantiasa giat dalam belajar, bekerja dan berkarya nyata. Sudah sepatutnya IMMawati mengambil langkah sebagai pelopor dan pelangsung di tengah menjamurnya fenomena yang tak bernilai ini. Mengarahkan dan memberi contoh nyata bagaimana akhlak seorang muslimah yang lurus, syar’i dan bermartabat agar terciptanya generasi perempuan muslim cerdas mencerahkan yang berkemajuan sesuai pada kemurnian agama Islam. Mengedepankan kembali sifat malu dalam diri seorang muslimah yang memang sudah menjadi fitrahnya, mengetahui batas-batas dalam menjalankan hak dan wewenang sebagai seorang pengemban dakwah persyarikatan, dan juga senantiasa meng-upgrade keimanan dan ketaqwaan diri kepada Allah Swt. agar mampu menjadi seorang yang menyempurnakan amanah. Wahai IMMawati, dirimu akan mulia, jika kau bersedia memuliakan dirimu. Sebaliknya, dirimu akan hina jika kau tak bersedia memuliakan dirimu. Pilihan ada ditanganmu; menjadi sebaik-baik pengaruh atau menjadi seburuk-buruk penyebab. Satu pesan untukmu IMMawati, bahwa tak perlu menyandang identitas sebagai orang lain untuk menjadi pribadi yang terlihat hebat, karena kita semua adalah seorang ‘leader’ bukan ‘follower’, yakinkan sekali lagi bahwa dirimu adalah seorang IMMawati Sang Pelopor Akhlak.


0 komentar:

Post a Comment