PENGUATAN IDEOLOGI
GERAKAN BERBASIS KEILMUAN
KADER IKATAN DI KOTA
METRO
Oleh:
Erik Almanar
Pendahuluan
Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah merupakan organisasi perkaderan dibawah naungan Muhammadiyah yang
telah diamanahkan melakukan pembinaan dan pemberdayaan mahasiswa perguruan
tinggi. Sejarah mencatat kelahiran IMM yang tidak lepas dari suasana pergerakan
mahasiswa Islam saat itu yang mendorong keniscayaan lahirnya gagasan pendirian
IMM pada 14 Maret 1964. Sejak tahun 1964 inilah IMM berkiprah memberikan warna
perjuangan, dakwah, dan sumbangsih mengawal problematika kebangsaan. Menurut
DPP IMM (2014 : 14) Makna IMM dalam anggaran dasar BAB II pasal lima, IMM
adalah gerakan mahasiswa Islam yang bergerak dibidang keagamaan,
kemasyarakatan, dan kemahasiswaan2.
Sebagai organisasi
perkaderan, peran IMM tidak terlepas pada proses internalisasi ideologi
keagamaan sebagaimana yang dipahami Muhammadiyah. Nilai profetik sebagai dasar
perjuangan turut menjadi bagian yang integral menciptakan kemapanan dalam
membangun kualifikasi kader ikatan. Factor kuantitaslah selama ini menjadi
modal garapan yang diharapkan melahirkan calon kader pimpinan selanjutnya.
Pada tataran teoritis,
perkaderan bermakna proses kontinunitas kepada setiap anggota dengan tujuan
penanaman nilai-nilai. Proses internalilasi berdasarkan harapan pengkader
sendiri menumbuhkan sebuah budaya yang merasuk tiap anggota ini. Maka tidak
asing bila IMM melakukan perkaderan berpokok pada Tri Kopetensi Ikatan sebagai
falsafah perkaderannya. Melalui Tri Kopetensi juga seorang pengkader
(instruktur) menanamkan budaya organisasi demi tercapai apa yang dinamakan
Profil Kader Ikatan melalui pola pembinaan masing-masing. Selain dalam perkaderan,
IMM memiliki peran strategis dalam ranah gerakan intelektual. Lebih lanjut
keanggotaan IMM diisi oleh para mahasiswa. Anggota yang diisi sebagian besar
mahasiswa ini diharapkan mamiliki daya kritis dalam memecahkan permasalahan
social dan juga sebagai kelas masyarakat intelektual.
Pola
Pembinaan Kader
Sejauh ini, Pimpinan
terutama Bidang Kader adalah bidang yang menjalankan tugas sebagai ujung tombak
perkaderan. Baik melalui perekrutan maupun melakukan pembinaan. Sering kali
pimpinan terjebak oleh formalitas sebagai satu-satunya pembinaan yang inten.
Jangankan memberikan stimulus pergerakan terhadap kader, kader pimpinan
memberikan kesan sibuk dengan dirinya sendiri yang juga terjebak aktivitas pragmatisnya.
Pola pembinaan selama ini secara ideal memberikan gagasan budaya yang juga
merupakan turunan Tri Kopetensi Ikatan. Nilai ini diharapkan dapat
terinternalisasi kedalam jati diri kader melalui pola pembinaan yang baik.
Budaya
Keilmuan Ikatan
Menurut Sani (2011:29)
IMM sebagai organisasi yang Pelaku penggeraknya adalah mahasiswa menjadi
keharusan memiliki kecerdasan dalam berfikir sehingga mahasiswa dapat melakukan
perubahan yang positif dilingkungan tempat tinggalnya. Kalangan mahasiswa juga
dikatakan sebagai generasi akademis yang memiliki sifat terbuka, siap menerima
kritik dan menghargai kebenaran bersifat plural sebagai corak berfikir futuristic.
Kebenaran ini memberikan gambaran arti penting intelektual secara nyata. Maka
munculnya budaya ilmu ditubuh ikatan harus dimiliki lebih-lebih merupakan
gerakan kepatutan berbasis keilmuan3.
Nyatanya, distorsi kian
tampak melihat kedekatan kader ikatan kepada buku. Buku yang menjadi sumber
otentik tidak menjadi gerakan terlihat dipermukaan apalagi digadang-gadang
menjadi basis gerakan. Semangat kelimuan akan membudaya dan sejalan apabila
konsep gerak ikatan kedepan kembali pada jati dirinya sebagai mahasiswa. Dalam
hal ini Penulis berusaha menghadirkan gagasan solutif dalam rangka penguatan
gerakan berbasis keilmuan yang dimaksud, (1)Ikatan sebagai media ta’dib. (2)Revitalisasi Trias Budaya.
Ikatan sebagai media ta’dib
Salah satu penyebab
kelesuan aktivitas pergerakan dalam ikatan diantaranya penulis melihat dari
segi adab. Karakter yang dilekatkan pada sosok mahasiswa terkenal dengan jiwa
idealis intelektualis nyatanya belum dibarengi oleh etika dan moral sebagai ruh
cendekiawan. Kritik moral kepada penguasa seakan menjadi topik yang selalu
hangat menjadi bahan diskusi. Berbanding terbalik bila dicermati oleh mahasiswa
itu sendiri sebagai subjeknya. Menurut Wan Daun (1998:24) adab sangat erat
kaitan dengan ilmu, karena ilmu tidak bisa diajarkan kecuali kepada mereka yang
memiliki adab. Tampak dipermukaan bahwa ikatan belum eksis dalam kiprahnya
menjadi media perbaikan adab (ta’dib).
Kelesuan kader ditengarai oleh dekadensi keanggunan sikap, baik sesama anggota
maupun kader pimpinan. Tidak jarang menimbulkan benturan emosional
mengakibatkan kesenjangan antar personal4.
Problem adab bukan saja menjadi
problem ilmu pengetahuan. Adab berkaitan dengan akhlak yang pada puncaknya
penyebab kemunduran umat saat ini. Perhatian
Ikatan diharapkan dapat mengembalikan ruh cendekiawan dan sebagai wadah dalam
budaya kelimuan bila melihat satu poin Tri Kopetensi Ikatan yakni religiusitas.
Revitalisasi trias tradition
Mahasiswa
merealisasikan bargaining position-nya sebagai Educated Middle class melalui
aksi nyata gerakan-gerakannya. Adakalanya gerakan mahasiswa beranjak dari
semangat intelektualitas membuah pola ilmiah melalui forum-forum diskusi dan
diskursus ilmiah. Disisi lain mahasiswa menggunakan media control social dan
vokal dengan tindakan intelektual pressure. Satu sisi yang selalu sama
kekritisan pada jiwa muda menjadi modal dan kekuatan5
Ikatan
sebagai gerakan mahasiswa bukanlah gerakan anarki berjuang atas kekerasan dan
radikalisme. Gerakan mahasiswa adalah gerakan intelektual sebagai muara dari
kalangan akademisi kampus yang mengedepankan rasio dalam penyikapan masalah.
Terbangunnya gerakan intelektual tidak terlepas oleh apa yang disebut dengan
trias tradition, Membaca, Menulis, Berdiskusi. Tiga hal yang menjadi akar
pergerakan mahasiswa.
Sangat penting menghidupkan
kembali tradisi menulis yang ditunjukkan geliat pers, maupun peran pimpinan
dalam menginisiasi taman baca ikatan. Ruang membaca menjadi mutlak bagi kader
ikatan mengaktualisasikan issue untuk selalu bergerak. Tanpanya pergerakan
kader dan issu yang dibangun menjadi kering akan referensi, tidak ilmiah.
Referensi
:
1 Penulis
adalah mahasiswa aktif Pendidikan Fisika Universitas Muhammadiyah Metro,
penulisan ditujukan untuk memenuhi RTL Darul Arqom Madya PC IMM Tangerang
2IMM,
Dewan Pimpinan Pusat. 2014. Tanfidz
Keputusan Muktamar. Surakarta
3Sani, Abdul Halim. 2011. Manifesto Gerakan Intelektual Prefetik.Samudra Biru.
4 Wan Daud, Wan Mohd Nor. 2003. Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed
M. Naquib Al-Attas. Bandung : Mizan Pustaka
Jempol
ReplyDeletesiaapp... masih ditunggu karya yang lain pak tum, :d
Delete